Kerja Sama Perdagangan Regional
Menurut Dwisaputra, kerja sama
perdagangan regional adalah perjanjian antara dua negara atau lebih
untuk bertujuan mengurangi hambatan dalam perdagangan atas dasar
resiprokal atau preferensi. Proses liberalisasi perdagnagn tidak dapat
disangkal, membuat kerjasama perdagangan internasional meningkat tajam,
dan termasuk dalam lingkup regional dalam dekade terakhir. Namun di sisi
lain, banyak pendapat mengatakan bahwa hal ini juga sebagai akibat dari
proses liberalisasi perdagangan multilateral yang dinilai gagal,
terbukti dari kegagalan WTO 1999 dan putaran Doha 2006. Jika merujuk
pada data dari WTO, semakin banyak negara di dunia yang turut serta
dalam kerja sama perdagangan regional.
Awalnya, Proses regionalisasi dalam
kerja sama perdagangan diawali dari pembentukan GATT yang menurut banyak
pihak justru merugikan negara-negara yang tidak tergabung dalam salah
satu blok perdagangan yang ada. Terlebih ketika tahun-tahun selanjutnya
terjadi penurunan harga minyak dan terjadinya global imbalances,
kecenderungan proteksionisme di negara-negara maju seperti Amerika
Serikat. (Dwisaputra, pg.3). Sebagai respon atas hal tersebut,
disepakati diadakannya perundingan yang disebut sebagai putaran Uruguay
yang melahirkan WTO pada tahun 1995 dan banyak diikuti oleh negara
berkembang, namun menurut Dwisaputra, pengaruh negara maju sangat kuat
sehingga membentuk beberapa pengecualian. “Semula pengecualian itu
dilakukan untuk mengakomodir kepentingan ekonomi negara maju maupun
berkembang dengan tidak secara drastis beralih ke prinsip MFN dan fair
trade practice, namun dalam perkembangannya masih terdapat pertentangan
dengan prinsip yang dimaksud” (Dwisaputra, pg.8).
Beberapa faktor yang menjadi motif
adanya pembentukan kerja sama regional, antara lain (Dwisaputra,
pg.9-13); (1) Membangun rasa aman baik secara ekonomis maupun poloitis
di antara negara yang berdekatan, menurut saya rasa aman inilah yang
akan meminimalisasi pengecualian-pengecualian tertentu dalam sebuah
kerja sama. (2) Mengelola friksi perdagangan; (3) Peningkatan kapasitas
untuk pembangunan; (4) Batu loncatan untuk liberalisasi multilateral,
dalam poin ini, saya menegaskan bahwa beberapa pihak memang berpendapat
demikian, namun ada pula yang menilai bahwa regionalisasi muncul akibat
gagalnya liberalisasi multilateral, sehingga justru membuat liberalisasi
multilateral semakin sulit terjadi dan kehilangan pamornya; (5)
Kebijakan menjamin diplomasi perdagangan; (6) The Copycat Syndrome; (7) Persaingan untuk mendapatkan penanaman modal asing.
Salah satu contoh kerja sama regional
sendiri adalah ASEAN. Terdapat 4 bidang kerjasama dalam ASEAN, yaitu:
kerja sama dalam bidang politik dan keamanan (ZOPFAN); kerja sama
ekonomi, meliputi sektor perindustrian, perdagangan, dan investasi;
kerja sama fungsional ASEAN, meliputi kerja sama kebudayaan dan
pendidikan; kerja sama bidang pembangunan dan pengentasan kemiskinan;
kerja sama ketenaga-kerjaan, teknologi, lingkungan hidup dan sebagainya;
Kerja sama ASEAN dengan mitra wicara.
Berikut ini akan diberikan contoh
beberapa kerja sama regional di kawasan Asia Tenggara, terutama yang
berbasis perdagangan (dan investasi):
ASEAN prefential trade agreement (PTA)
Bentuk PTA ini diwujudkan bertujuan
meningkatkan perdagangan intra kawasan antara lain melalui pertukaran
tarif preferensi, hal ini dilatarbelakangi volume perdagangan
intra-ASEAN yang masih sangat rendah. Peningkatan perdagangan tersebut
dilakukan melalui beberapa tindakan, semacam pengurangan tarif melalui
pemberian preferensi, mendukung kredit ekspor menggunakan suku bunga
preferensi, kontrak kualitas jangka panjang, prefential procurement dari instansi pemerintahan, dan pembebasan hambatan non tarif.
ASEAN Free Trade Area (AFTA)
Pembentukan AFTA di tahun 1992 ini
bertujuan meningkatkan kerja sama guna mencapai pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan yang berkesinambungan bagi semua negara anggota ASEAN.
Pertumbuhan dan pembangunan ini diharap membuahkan pencapaian stabilitas
dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, jika diamati lebih
lanjut, tujuan strategis AFTA adalah meningkatkan competitive advantage.
Pengurangan tarif dan nontarif antara negara-negara ASEAN diharap akan
menciptakan efisiensi ekonomi sebagai stimulus untuk peningkatan
produktifitas dan daya saing.
ASEAN Investement Area (AIA)
Kerja sama yang dibentuk pada tanggal 7
oktober 1998 ini, bertujuan menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang
kompetitif dan kondusif dalam berinvestasi, hal ini dicapai melalui
penerapan kebijakan seperti kerja sama investasi yang terkoordinasi dan
program fasilitasi, yang membuka seluruh sektor untuk PMA (kecuali
beberapa sektor yang ditetapkan dalam Temporary dan Sensitive list).
Minimalisasi hambatan investasi secara langsung akan berdampak pada
mudahnya lalulintas modal, tenaga profesional dan teknologi yang
mendukung adanya kerja sama yang semakin menguntungkan. (Dwisaputra)
ASEAN + 3
China, Jepang, dan korea selatan adalah
beberapa negara di Asia mulai menunjukkan ‘gigi taringnya’. Perlahan
tapi pasti kekuatan perekonomian mereka diperhitungkan dalam skala
global keseluruhan. ASEAN melihat peluang yang menjanjikan, karena itu
ASEAN + 3 terbentuk dan akhirnya mengalami perkembangan yang signifikan.
Terdapat dua kerja sama yang sudah berjalan, ASEAN - Japan, Comprehensive Economic Partnership & ASEAN - China Comprehensive Economic Cooperation.
Melalui kerja sama ini, diharapkan negara-negara ASEAN dapat juga
menunjukkan eksistensi dirinya dalam dunia internasional. Namun menurut
saya, di sisi lain patut dipertimbangkan dampak lebih lanjut, seperti
sektor domestik yang justru terancam, salah satunya dengan banjirnya
barang ‘made in China’, dan ‘dipermanja’ oleh teknologi maju dari
Jepang, dikhawatirkan membuat negara-nega ASEN justru bergantung dan
enggan untuk maju melalui usaha sendiri.
- Kesimpulan dan Opini
Kerjasama perdagangan regional dapat dinilai sebagai stepping stone bagi
kerja sama multilateral yang lebih luas, dan di sisi lain justru
dianggap sebagai penghambat kerjasama multilateral, namun terlepas dari
semuanya itu, kerja sama regional memang terbktui lebih ampuh dalam
masalah meminimalisasi kecurangan serta pengecualian secara khusus.
Namun sebagai negara berkembang, negara di Asia tenggara, harus lebih
kritis lagi saat hendak membuka diri untuk suatu kerjasama internasional
yang lebih luas.
Sumber:
http://moze91.wordpress.com/2011/04/21/kerjasama-perdagangan-regional/
http://buahpikir-claudya-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-42907-economic%20world-KERJASAMA%20PERDAGANGAN%20REGIONAL.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar