Ada
banyak legenda atau cerita rakyat yang diabadikan menjadi sebuah cerita yang
menarik untuk didengar. Masing- masing daerah memiliki cerita rakyat, baiklah
karena saya berasal dari sumatera selatan,maka diblog ini saya mau berbagi
cerita mengenai Si Pahit Lidah :) . Pernah dengar bukan ? apakah kalian tau
bagaimana ceritanya? Nah teman-teman semua berikut ini adalah cerita Si Pahit
Lidah. Silahkan dibaca! :)
Namanya
Serunting. Ia adalah pangeran dari Kerajaan Sumidang, tetapi ia lebih dikenal
dengan Si Pahit Lidah. Apakah lidahnya pahit? Tidak tentu saja. Ia mendapat
julukan itu karena apapun kalimat yang dia ucapkan akan berubah menjadi
kutukan.
Si
Pahit Lidah memperoleh kesaktiannya setelah bersemedi selama bertahun-tahun di
Bukit Siguntang. Ia bersemedi sampai tubuhnya ditutupi oleh lumut. Begitu
kaluar dari persemediannya, ia mengutuk semua orang yang ia temui menjadi batu.
Ia cukup berkata “jadilah batu”, maka benda di hadapannya akan seketika berubah
menjadi batu.
Pada
suatu hari Si Pahit Lidah terperangkap dalam sebuah buku, yaitu buku dongeng
untuk anak. Ia tak pernah bisa keluar dari buku itu, tetapi ia tahu jika ada
orang yang membaca bukunya. Bertahun-tahun Si Pahit Lidah terperangkap, jika
tak ada yang membaca buku tersebut, ia hanya tidur. Kadang tiba-tiba ia
terbangun karena ada yang membuka bukunya, lalu ia melihat sekelompok anak-anak
sedang mendengarkan dongeng tentang dirinya. Pada kesempatan lain ia terbangun
di tempat yang berbeda. Begitu seterusnya sampai pada suatu hari ia berada di
perpustakaan sebuah Taman Kanak-Kanak.
Di
tempat yang baru ini, Si Pahit Lidah tak bisa tidur, seorang anak selalu
membolak-balik halaman bukunya. Gadis ini bahkan meminjam dirinya untuk dibawa
pulang ke rumah. Karena penasaran, Si Pahit Lidah mengamati anak itu. Ia adalah
seorang gadis kecil yang pendiam, matanya tajam, rambutnya ikal, dan kulitnya
kecoklatan. Akan tetapi anak itu cantik, sangat cantik. Si Pahit Lidah sangat
senang melihat kecantikan anak itu, juga tatapan matanya yang terkagum-kagum
membaca kisah tentang dirinya. Ia ingin menyapanya, tetapi ia tak bisa.
Pada
suatu hari, Si Pahit Lidah mendengar keributan. Tampaklah segerombolan anak
laki-laki tengah mengganggu si gadis kecil, buku dan alat tulisnya berhamburan
di lantai, juga buku dongengnya, itulah kenapa Si Pahit Lidah bisa mendengar
keributan yang ada. Anak kecil itu tidak membalas meski teman-temannya
memaki-maki dirinya. Dengan gugup ia mengambil peralatan tulisnya dan
memasukkan ke dalam tas. Anak lelaki itu terus mengejeknya. Si Pahit lidah
geram melihatnya. Ia ingin sekali mengutuk anak-anak itu menjadi batu, tetapi
buku dongeng tiba-tiba tertutup dan dia tak bisa mendengar apa-apa lagi.
Tak
biasanya saat buku tertutup Si Pahit Lidah tak bisa tidur. Ia terus memikirkan
gadis kecil itu. Ia kasihan melihatnya. Lalu si Pahit Lidah berdoa agar ia bisa
keluar dari buku, ia berjanji hanya akan menggunakan kesaktiannya untuk
kebaikan. Tuhan mengabulkan doanya. Malam itu ketika gadis kecil membuka buku
dongengnya, Si Pahit Lidah keluar dari buku. Gadis itu terpekik takut, refleks
ia bersembunyi di bawah meja belajarnya.
“Keluarlah!
Aku ingin jadi temanmu”, kata Si Pahit Lidah.
“Kau
tidak akan mengutukku?” gadis kecil bertanya dari bawah meja.
“Tidak,
aku hanya akan menggunakan kutukanku untuk kebaikan”, jawab pahit lidah.
Lalu
keduanya berteman. Gadis itu bernama Valya. Ia menceritakan kepada Pahit Lidah
bahwa ia selalu diejek teman-temannya. Ia ingin sekali memiliki kesaktian
seperti Si Pahit Lidah untuk membalas teman-temannya.
Akan
tetapi Si Pahit Lidah melarang sang gadis kecil untuk balas dendam kepada
teman-temannya.
“Kita
tak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan pula. Justru sebaliknya, balaslah
kejahatan-kejahatan mereka dengan kebaikan-kebaikan yang ada pada dirimu!”
“Mengapa
Pahit Lidah? Bukankah engkau pun begitu terhadap semua orang yang bahkan tak
berdosa padamu?”
“Iya,
itu dulu ketika aku baru mendapatkan ilmu sakti yang kuperoleh selama
bertahun-tahun bertapa di bawah pohon bambu. Tapi setelah aku terperangkap
dalam sebuah buku dongeng, aku mulai sadar dan berhenti untuk mengutuk
siapapun. Oleh karena itu aku dapat hadir di hadapanmu gadis manis.” Suasana
hening sesaat sang gadis menatap dalam sang Pahit Lidah.
“Pahit
Lidah, bolehkah aku bertanya padamu?”
“Tentang
apa itu gadis manis?”, sahut Si Pahit Lidah seraya merangkul tubuh mungil itu.
“Mengapa
kau selalu mengutuk setiap orang yang kau lalui, padahal mereka kan tidak punya
salah?”
“Hmm,
itu sajakah yang ingin kau tanyakan padaku?”
Si
gadis Manis hanya mengangguk sambil tersenyum manja.
“Karena
aku sakit hati dengan saudara iparku yang bernama Aria Tebing dan isteriku
sendiri.”
“Mengapa
engkau sakit hati dengan mereka?”, sela gadis itu dengan nada penasaran sebelum
Pahit Lidah meneruskan ceritanya.
“Hmm,
aku sakit hati karena telah dikhianati oleh isteriku akan kelemahan diriku.”
“Ohh
kasihan engkau Pahit Lidah, aku tak menyangka seorang isterimu bisa
mengkhianati suaminya sendiri.“
“Begitulah
kehidupan sayang, tak semua orang itu baik hatinya. Mungkin kau pernah
mendengar pepatah dalamnya laut bisa kau ukur, tapi dalamnya hati siapa yang
tahu?“
“Iya
Pahit Lidah, teman-temanku tak ada yang baik. Mereka jahat semua, makanya aku
ingin memberi pelajaran buat mereka.”
“Jangan
sayang! Kau ingin tahu mengapa aku bisa berada dihadapanmu sekarang?”
“Kenapa?”
“Karena
aku telah bersumpah dan memohon kepada Tuhan, jika aku bisa keluar dari buku
dongeng yang kau genggam sekarang itu aku akan menggunakan kekuatanku untuk
hal-hal yang baik saja.”
“Kenapa?
Apakah kau sudah bosan mengutuk mereka dengan kesaktianmu?”
“Oh,
tidak gadis manis. Bukan itu yang kuinginkan, aku hanya..”, Si Pahit Lidah terdiam
sejenak.
“Hanya
apa?”
“Aku
hanya ingin menemanimu sayang, disaat teman-temanmu menjahati dan menjauhi
dirimu. Aku tak tega mendengar teriak tangisan kecilmu.”
“Niatmu
tulus, Pahit Lidah.”
“Dari
mana kau tahu aku tulus?”
“Karena
Tuhan mengabulkan doamu.”
“Anak
pintar, jadi tak perlu lagi aku berusaha membuatmu percaya padaku bahwa aku
tulus ingin menemanimu.”
“Oh
ya Pahit Lidah, bolehkah aku bertanya satu lagi padamu?”
“Apa
itu, manis?”, sahut Pahit Lidah seraya merenggangkan rangkulan tangannya dari
tubuh gadis itu.
“Hmm,
aku pernah membaca sedikit tentang kebaikan-kebaikanmu Pahit Lidah. Dan
sekarang aku ingin mendengar dari mulutmu sendiri.”
“Baiklah
gadis manis. Dahulu aku pernah menolong sepasang suami isteri yang sudah lanjut
usia, bahkan ompong untuk bisa memiliki seorang anak.“
“Sungguh?”,
sambar gadis itu dengan menatap tajam mata Si Pahit Lidah. Si Pahit Lidah hanya
mengangguk membalas tatapan gadis kecilnya.
“Sekarang
sudah malam, waktunya kau tidur. Esok kau harus pergi ke sekolah”, kata Si Pahit
Lidah sambil mengelus kepala bocah yang mengangguk hendak beranjak ke tempat
tidur.
Malam
itu terasa panjang bagi gadis manis yang bernama Valya. Ia merasa senang bisa
berhadapan langsung dengan Si Pahit Lidah, entah itu mimpi atau nyata.
sumber:
aspal-putih.blogspot.com
http://ardy.or.id/2012/04/24/jejak-jejak-serunting-sakti-sang-si-pahit-lidah.xhtml
http://anaknusantara.com/klasik-2/si-pahit-lidah
http://combet05.blogspot.com/2012/09/si-pahit-lidah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar